Namun di beberapa gereja - misalnya, Gereja St. Clement di Moskow - sebuah pernikahan akan menelan biaya 50.000 rubel (sekitar $656), yang mencakup rushnik, pertunjukan nyanyian oleh paduan suara Ilustrasi. Pernikahan beda agama di Semarang viral di media sosial. Foto StockSnap/Pixabay Jakarta, CNN Indonesia - Media sosial dihebohkan dengan foto viral yang memperlihatkan prosesi pernikahan dua mempelai berbeda agama di sebuah gereja di Kota Semarang, Jawa itu memperlihatkan seorang mempelai pria mengenakan jas hitam, mempelai wanita mengenakan gaun panjang berwarna putih yang dipadu dengan mempelai itu berfoto dengan latar belakang simbol salib di sebuah gereja. Tampak mereka didampingi pihak keluarga masing-masing, seorang pendeta, dan saksi pernikahan. Dihubungi terpisah, konselor pernikahan Achmad Nurcholis mengakui bahwa pasangan yang menikah itu berbeda agama. Sang pengantin pria beragama Katolik, sementara pengantin perempuan beragama pemberkatan pernikahan pasangan itu sempat dilakukan di Gereja St. Ignatius Krapyak, Kota Semarang, Sabtu 5/3 lalu."Iya betul, nikah beda agama. Prosesinya hari Sabtu kemarin," kata Achmad kepada Selasa 8/3.Achmad menceritakan pasangan menikah beda agama yang viral itu rutin menjalin komunikasi pernikahan sejak dua tahun lalu dengan dia, pernikahan beda agama bukan hal mustahil. Ia menjelaskan prosesi pernikahan itu dilangsungkan dengan dua tata cara. Pertama, dilakukan pemberkatan di gereja. Setelahnya dilakukan akad nikah bagi pengantin perempuan yang beragama Islam."Karena mereka Islam dan Katolik, mereka menikah dengan 2 cara itu. Kehadiran kami mengisi apa yang belum dilakukan KUA. Kita bantu akad nikahnya," kata menjelaskan pasangan itu juga tetap memegang keyakinan agamanya masing-masing. Ia juga mengatakan persyaratannya untuk menikah hampir sama dengan pernikahan satu agama."Sama saja seperti pasangan pada umumnya mereka pencatatannya dengan Dukcapil," kata Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan menyataan, "Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu."Gereja Katolik sendiri mengizinkan pernikahan beda agama atau 'disparitas cultus' dan perkawinan beda Gereja atau 'mixta religio' serta tak memaksa pasangan yang beda agama untuk masuk agama tersebut. Namun demikian, kedua mempelai diminta untuk mengikuti ritus atau tata cara Gereja Islam hanya mempersilakan pernikahan beda agama sepanjang mempelai pria beragama Islam dan mempelai perempuan merupakan ahlul kitab alias penganut Yahudi atau Nasrani Al-Maidah ayat 5. rzr/arh [GambasVideo CNN] MenyertakanFoto Copy KTP dari kedua saksi. Mengisi Form Saksi Pernikahan Gereja (Saksi menikah secara Katolik lebih dari 5 Tahun bukan saudara kedua-duanya Katolik) Melampirkan Foto Copy Surat Nikah Gereja dari kedua saksi. (Jika Saksi waktu menikah, salahsatu belum Katolik, mohon dilampiri fotocopy Surat Baptis)
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Artikel ini merupakan pembahasan lanjutan dari artikel sebelumnya tentang perkawinan Katolik. Dalam ulasan kali ini, akan dibahas mengenai sifat hakiki perkawinan Gereja Katolik, yakni monogam dan indissolubilitas. Bagi penulis, dua perjanjian ini yang menjadi hal yang paling penting dari Perjanjian Pranikah, teristimewa pada saat kedua mempelai menerima sakramen perkawinan. Dikatakan paling penting karena janji ini penuh konsekuensi yang bersifat seumur adalah salah satu tahap dari perjalanan manusia sebagai satu pilihan di antara dua pilihan yang menentukan jalan hidup manusia. Pilihan lain adalah pilihan untuk tidak menikah. Oleh karena perkawinan merupakan pilihan yang secara hakiki penting, maka setiap orang harus mempelajari hal ikwal seputar perkawinan. Dalam hal ini hakikat perkawinan menurut ajaran Gereja Katolik perlu dipelajari. Diharapkan agar setiap orang mengetahui dan bila pada akhir memilihnya sebagai jalan hidup, orang tidak salah dalam melangkah pada pilihan yang sangat menentukan dalam sederhana perkawinan Katolik dapat dipahami sebagai perjanjian foedus, yang dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan consortium seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri bonum coniugum dan kelahiran serta pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, yang diangkat oleh Tuhan ke dalam martabat Kitab Hukum Kanonik, Kanon 1056, ditegaskan bahwa "Sifat-sifat hakiki perkawinan ialah monogam dan tak-terceraikan, yang dalam perkawinan kristiani memperoleh kekukuhan khusus atas dasar Sakramen". Dari kanon ini dapat dikatakan bahwa ada dua sifat hakiki perkawinan Katolik, yakni monogam unitas dan tak-terceraikan indissolubilitas. Monogam Salah satu sifat hakiki perkawinan Katolik adalah monogam, di mana seseorang hanya diperbolehkan mempunyai seorang istri atau seorang suami. Dengan demikian ajaran Gereja tidak mengakui adanya perkawinan poligami maupun poliandri. Dalam sejarah umat manusia, juga dalam Kitab Suci, semula poligami dihalalkan atau sekurang-kurangnya ditolerir bdk. Hak 8 30-31; 1 Sam 1 2; 1 Raj 11 1-8. Tetapi dalam perkembangannya, monogami makin disadari sebagai bentuk perkawinan yang lebih sesuai dengan martabat manusia. Martabat pribadi manusia begitu tinggi, kepribadiannya begitu kaya sehingga monogami lebih sesuai untuk relasi suami-istri yang intensif dan unik itu. Sifat unik ini sekaligus berarti sifat eksklusif hubungan suami-istri dalam arti mengesampingkan hubungan yang sama dengan pihak ketiga. 1 2 3 Lihat Love Selengkapnya

Kemudiansetelah berada di dalam gereja, kedua mempelai harus menyatakan di hadapan para hadirin bahwa mereka secara merdeka dan bebas melaksanakan pernikahan untuk bersekutu dengan Tuhan sebagai suami dan istri. Lalu, kedua mempelai akan diberikan lilin untuk terus digenggam selama prosesi pernikahan berjalan.

Sejatinya, pernikahan merupakan penyatuan antara laki-laki dan perempuan yang dikehendaki Tuhan. Bagi sebagian besar orang, pernikahan merupakan momen yang dinanti-nantikan. Sayangnya, pernikahan bukan sekadar pesta saja, melainkan proses memasuki fase kehidupan baru yang sangat jarang, beberapa pasangan dihadapkan oleh kendala beda agama. Lantas, bagaimana pandangan pernikahan beda agama menurut agama Katolik?1. Pandangan dasar tentang pernikahan menurut agama KatolikIDN Times/Alfisyahrin Zulfahri Akbar Kanon pasal dalam KHK Kitab Hukum Kanonik 1983 memandang perjanjian pernikahan bukan kontrak. Pernikahan merupakan kata kerja, artinya pernikahan merupakan proyek laki-laki dan perempuan untuk saling mencintai dan memberikan diri satu sama hukum tersebut, pernikahan dimaknai sebagai persekutuan dan bukan sekadar hidup bersama saja. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut bahwa pernikahan ini hanya bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan. Dalam kata lain, tidak memungkinkan adanya pernikahan dengan jenis kelamin dilakukan oleh dua orang dewasa yang utuh dan sehat secara jasmani maupun rohani. Keduanya saling mengucapkan janji untuk menerima pribadi lain secara itu, pernikahan dilakukan oleh kedua pribadi yang setara. Artinya, laki-laki tidak lebih tinggi daripada perempuan karena KHK 1983 juga tidak mencantumkan bahwa laki-laki harus menjadi kepala rumah tangga. Dalam pandangan Katolik, pernikahan bukan soal hubungan fisik seksual saja, melainkan spiritual dan psikis. Itulah mengapa dalam ajaran Katolik tidak mengenal adanya perceraian alias pernikahan seumur hidup atau bersifat monogram pernikahan dalam Katolik pun mengutamakan kesejahteraan pasangan, kelahiran dan pendidikan anak. Pernikahan harus bisa menjamin kesejahteraan pasangan secara fisik, psikis, dan roh. Pendidikan anak juga harus menekankan pendidikan rohani, di samping pendidikan Katolik terhadap pernikahan adalah sakramen. Yang mana pernikahan Katolik terjadi pada seseorang yang dibaptis secara Katolik, maupun dengan seseorang dari Gereja ini ditegaskan dalam Kanon 1055 § 2 yang mengatakan, ”Karena itu antara orang-orang yang dibaptis, tidak dapat ada kontrak perkawinan sah yang tidak dengan sendirinya sakramen.”Secara garis besar, Katolik memandang pernikahan bukan suatu permainan atau usaha untuk coba-coba. Pernikahan merupakan kesepakatan kedua belah pihak untuk bisa menjalin hubungan dalam landasan iman dan aturan dalam agama Pernikahan campur beda gerejaIDN Times/Alfisyahrin Zulfahri Akbar Pernikahan ideal sejatinya pernikahan yang bersifat sakramen. Pernikahan yang di dalamnya ada dua orang yang dibaptis atau diterima dalam Gereja begitu, gereja memberikan opsi memungkinkan adanya pernikahan campur dengan syarat-syarat tertentu. Dilansir laman Gereja Katolik Santo Stefanus, Gereja Katolik tidak memonopoli iman dan pula bahwa Gereja Katolik mengakui adanya pluralitas agama. Maka, pernikahan campur menurut pandangan Katolik adalah pernikahan beda gereja dan beda 1124 menyebutkan pernikahan campur beda gereja adalah pernikahan antara seorang Katolik dengan orang lain tidak mempunyai kesatuan penuh dengan Gereja Katolik, seperti orang dari gereja Kristen atau Gereja Ortodoks yang tidak mengakui kepimpinan pernikahan bisa terjadi pada pasangan Kristen dan Katolik. Nantinya diperlukan izin lebih lanjut dari gereja yang berwenang atau Pernikahan campur beda agamaIDN Times/Alfisyahrin Zulfahri Akbar Merujuk ke kanon 1086 § 1, pernikahan campur beda agama merupakan pernikahan yang terjadi antara seorang Katolik dengan orang lain yang tidak dibaptis. Dalam artian tidak dibaptis adalah mereka yang beragama selain Kristen dan Katolik, maupun mereka yang mengakui dirinya tidak beragama. Umumnya pernikahan ini terlarang, namun Kanon 1086 §2 mengungkapkan adanya dispensasi dengan persyaratan-persyaratan tertentu. Syarat atau izin diatur dalam Kanon 1125 dan Kanon 1126Kanon 1125 - Izin semacam itu dapat diberikan oleh Ordinaris wilayah, jika terdapat alasan yang wajar dan masuk akal; izin itu jangan diberikan jika belum terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut Pihak Katolik menyatakan bersedia menjauhkan bahaya meninggalkan iman serta memberikan janji yang jujur bahwa ia akan berbuat segala sesuatu dengan sekuat tenaga, agar semua anaknya dibaptis dan dididik dalam Gereja Katolik; mengenai janji-janji yang harus dibuat oleh pihak Katolik itu pihak yang lain hendaknya diberitahu pada waktunya, sedemikian sehingga jelas bahwa ia sungguh sadar akan janji dan kewajiban pihak Katolik; kedua pihak hendaknya diajar mengenai tujuan-tujuan dan ciri-ciri hakiki perkawinan, yang tidak boleh dikecualikan oleh seorang pun dari keduanya Kanon 1126 Adalah tugas Konferensi para Uskup untuk menentukan baik cara pernyataan dan janji yang selalu dituntut itu harus dibuat, maupun menetapkan cara hal-hal itu menjadi jelas, juga dalam tata-lahir, dan cara pihak tidak Katolik diberitahu. Baca Juga Nikah Beda Agama dalam Islam, Apakah Boleh? 4. Syarat dan prosedur pernikahan campur beda agama dan gerejaIDN Times/Alfisyahrin Zulfahri Akbar Pernikahan campur ini bisa terjadi dengan menggarisbawahi bahwa pihak Katolik tidak akan meninggalkan gereja atau berpindah agama. Nantinya, pihak Katolik harus mengisi permohonan dispensasi. Pihak non Katolik hanya perlu mengetahui saja tanpa ikut persyaratan sudah terpenuhi dan dispensasi sudah diberikan, maka pasangan beda gereja/agama dapat melaksanakan pernikahan di depan pastor dan dua saksi. Kanon 1115 mengatur bahwa Perkawinan hendaknya dirayakan di paroki tempat salah satu pihak dari mempelai memiliki domisili atau kuasidomisili atau kediaman sebulan, atau, jika mengenai pengembara, di paroki tempat mereka sedang berada; dengan izin Ordinaris atau pastor parokinya sendiri perkawinan itu dapat dirayakan di lain tempat. Aturan lain tertuang pula dalam Kanon 1118 yang menyatakan, Perkawinan antara orang-orang Katolik atau antara pihak Katolik dan pihak yang dibaptis bukan Katolik hendaknya dirayakan di gereja paroki; dapat dilangsungkan di gereja atau ruang doa lain dengan izin Ordinaris wilayah atau pastor paroki. Ordinaris wilayah dapat mengizinkan perkawinan dirayakan di tempat lain yang layak. Perkawinan antara pihak Katolik dan pihak yang tidak dibaptis dapat dirayakan di gereja atau di tempat lain yang layak. Dilansir Katolikana, ada pun prosedur lain dalam mengurus pernikahan campur beda agama ialah menyiapkan semua berkas dari RT hingga kantor catatan sipil apabila pasangan ada prosedur gereja yang mana pihak Katolik harus melengkapi dokumen mulai dari surat baptis, Krisma, dokumen N1-N4 dari kecamatan dan catatan sipil, KTP, KK. Setelahnya dilakukan kurus persiapan pernikahan sesuai dengan program selanjutnya adalah Kanonik. Masing-masing akan bertemu dengan Romo, yang mana Romo akan mengajukan beberapa pertanyaan sekaligus verifikasi dinyatakan tidak ada halangan, maka pasangan beda agama harus mendapatkan dispensasi dulu dari Bapa Uskup. Usai pernikahan digelar, pasangan tetap harus mengurus pencatatan Hal-hal yang tidak sesuai dengan hukum gerejaIlustrasi menikah IDN Times/Alfisyahrin Zulfahri Akbar Meski pasangan campur beda gereja dan agama bisa diberikan dispensasi, tak jarang masyarakat tidak menaati aturan yang berlaku. Berikut beberapa kasus yang terjadi dan mungkin terjadi kembali Gereja Katolik tidak bisa mengakui secara sah pernikahan yang tidak dilakukan secara Katolik atau pernikahan yang dilakukan di luar negeri, Pasangan melakukan upacara pernikahan ganda. Pernikahan dilakukan secara Katolik, serta non-Katolik. Hal ini gak sesuai dengan Kanon 1127 § 3, Pasangan campur beda agama memutuskan untuk membiarkan anak-anaknya separuh mengikuti Katolik, dan lainnya tidak, Pasangan campur beda gereja dan agama memilih bercerai secara sipil, Gereja Katolik tidak berwenang mengatur hukum waris kepada pasangan laki-laki Katolik dengan pasangan perempuan non Katolik yang sudah meninggal. Itulah ulasan mengenai pandangan Katolik terhadap pernikahan beda agama. Kalau menurutmu bagaimana? Baca Juga Kata Netizen soal Unggahan Awkarin Bahas Nikah Beda Agama
Pengantar Gereja Katolik dalam proses penghayatan imannya mengakui dan menyatakan bahwa perkawinan merupakan suatu lembaga yang mendapat keteguhan didasarkan atas ketetapan ilahi dan suci sifatnya. Gereja Katolik menyatakan bahwa perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita yang telah dibaptis diangkat oleh Kristus dalam martabat Sakramen dan Marriage is an important idea, particularly in Christianity and generally in broader society. Generally speaking, every element of society understands marriage as the union of two persons, a man and woman, and through various processes both parties are united, binding promises before the authority to live a commitment for their whole life. For the Catholic Church, marriage is a sacrament that is a sign and means that saves and unites, in which unity between the two is prescribed in the divine plan. For some reasons, the sacrament of marriage has a variety of meanings. Among other things, besides manifesting the unity of relationship between Christ and His Church who inseparable, the Christian marriage is considered as a mean of the presence of God, who guides and accompanies, nourishes and fosters love for one another in the sacred bonds of marriage, which is inseparable and irrevocable. Perkawinan merupakan gagasan yang penting dalam kekristenan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Hampir setiap elemen masyarakat, memahami perkawinan sebagai persetukuan dua pribadi, seorang pria dan wanita, dan melalui berbagai rentetan proses, keduanya bersatu, mengikat janji di hadapan otoritas yang berwenang untuk setia selamanya. Bagi Gereja katolik, perkawinan adalah sakramen yakni tanda dan sarana yang menyelamatkan dan menyatukan, yang mana persatuan di antara keduanya terlaksana berkat penyelenggaraan ilahi. Untuk itu, sakramen Perkawinan memiliki berbagai makna, antara lain selain memanifestasikan relasi Kristus dan Gereja-Nya yang satu dan tak terpisahkan, tetapi juga berarti sarana yang menghadirkan Allah yang menuntun dan menyertai, memelihara dan memupuk cinta satu sama lain dalam ikatan suci perkawinan yang tak terbatalkan dan tak terpisahkan. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Jurnal Hukum Magnum Opus Februari 2020 Volume 3, Nomor 1 Daniel Wejasokani Gobai Yulianus Korain 81 HUKUM PERKAWINAN KATOLIK DAN SIFATNYA. SEBUAH MANIFESTASI RELASI CINTA KRISTUS KEPADA GEREJA YANG SATU DAN TAK TERPISAHKAN Daniel Wejasokani GobaiAbstract Marriage is an important idea, particularly in Christianity and generally in broader society. Generally speaking, every element of society understands marriage as the union of two persons, a man and woman, and through various processes both parties are united, binding promises before the authority to live a commitment for their whole life. For the Catholic Church, marriage is a sacrament that is a sign and means that saves and unites, in which unity between the two is prescribed in the divine plan. For some reasons, the sacrament of marriage has a variety of meanings. Among other things, besides manifesting the unity of relationship between Christ and His Church who inseparable, the Christian marriage is considered as a mean of the presence of God, who guides and accompanies, nourishes and fosters love for one another in the sacred bonds of marriage, which is inseparable and irrevocable. Keyword Sacrament of Marriage; Christianity; Unity Abstrak Perkawinan merupakan gagasan yang penting dalam kekristenan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Hampir setiap elemen masyarakat, memahami perkawinan sebagai persetukuan dua pribadi, seorang pria dan wanita, dan melalui berbagai rentetan proses, keduanya bersatu, mengikat janji di hadapan otoritas yang berwenang untuk setia selamanya. Bagi Gereja katolik, perkawinan adalah sakramen yakni tanda dan sarana yang menyelamatkan dan menyatukan, yang mana persatuan di antara keduanya terlaksana berkat penyelenggaraan ilahi. Untuk itu, sakramen Perkawinan memiliki berbagai makna, antara lain selain memanifestasikan relasi Kristus dan Gereja-Nya yang satu dan tak terpisahkan, tetapi juga berarti sarana yang menghadirkan Allah yang menuntun dan menyertai, memelihara dan memupuk cinta satu sama lain dalam ikatan suci perkawinan yang tak terbatalkan dan tak terpisahkan. Kata kunci sakramen perkawinan; kristianitas; unitas A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Perkawinan adalah sebuah peristiwa yang sangat penting dalam hidup itu, pandangan Gereja Katolik tentang hidup berkeluarga tidak jatuh dari langit. Pandangan itu bermula pada Ajaran Yesus dan ajaran Para Rasul, kemudian dikembangkan dari abad ke abad, sejak abad II sampai abad XXI ini. Kiblat dasar pada artikel, “Perkawinan Katolik Dan Sifatnya Sebagai Manifestasi Relasi Cinta Kristus Kepada Gereja-Nya Yang Satu dan Tak Terpisahkan,” ini merupakan pengembangan atas dua ciri Perkawinan Katolik dalam Kitab Hukum Kanonik Kanon 1056 Selanjutnya KHK Kan 1056. Adapun kedua ciri hakiki esensial proprietates essentiales perkawinan ialah unitas kesatuan dan sifat tidak dapat diputuskan Indissolubilitas yang dalam perkawinan Kristiani memperoleh kekukuhan atas dasar sakramen. Program Pascasarjana Filsafat STFT Widya Sasana Malang, Jalan Terusan Rajabasa 2 Malang 65146, Indonesia Program Pascasarjana Filsafat STFT Widya Sasana Malang, Jalan Terusan Rajabasa 2 Malang 65146, Indonesia yulianuskorain Agustinus Supriadi, Menyingkap Tirai Perkawinan Kristiani; Sebuah Upaya Mendampingi Persiapan Perkawinan Ponorogo Solo Offset, 2002. Bdk. Al. Purwa Hadiwardoyo, Perkawinan Dalam Tradisi Katolik Yogyakarta Kanisius, 1988. Piet Go, Hukum Perkawinan Gereja Katolik Teks Dan Komentar Malang Dioma, 1990. Hukum Perkawinan Katolik.. 82 Perkawinan ditandai dengan sifat-sifat hakiki persatuan dan tak terceraikan Indissolubilitas, yang dikukuhkan secara khusus dalam upacara sakramen. Hakikat perkawinan ini mengandung dua kebenaran ontologis unitas dan indissolubilitas, dan manusia harus tunduk pada validitas perjanjiannya untuk mengapa, iman Kristen selalu berpegang teguh pada pewahyuan Kej 218-24 bahwa perkawinan berasal dari Allah sendiri. Karena itu, sejak awal persatuan pria dan wanita, mempunyai dua ciri pokok yakni monogam dan langgeng. Monogam berarti menikah dengan satu pasangan saja hingga maut yang memisahkan. Perkawinanmerupakan suatu kata benda yang berarti pernikahan. Juga bisa berarti perihal yang berhubungan dengan hal kawin. Kata dasar “kawin” mengandung dua arti. Pertama, perjodohan laki-laki dengan perempuan menjadi suami-istri sah melalui nikah. Kedua, berarti beristri atau bersuami nikah. Sementara itu, UU RI 1974 tentang perkawinan Bab I Pasal 1 menyatakan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian, perkawinan adalah persekutuan antara dua pribadi, dari dua jenis kelamin yang berbeda yakni seorang laki-laki dan perempuan. Dilangsungkan atas persetujuan keduanya. Ini menegaskan prinsip unitas perkawinan, prinsip dualitas seksual dan sexual complementary antara pria dan wanita. Dalam pandangan Islam, untuk menunjukkan makna perkawinan, Al-Quran, antara lain memakai istilah “mitsaqon gholidon”, artinya perjanjian yang teguh, Al-Quran juga melihat perkawinan sebagai perjanjian timbal-balik, yang menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban pada suami sebagai anugerah Allah harus lestari dan terarah pada pro-kreasi. Untuk itu, penulis Kitab Ibrani menggarisbawahi hal ini dengan mengingatkan kita supaya menghormatinya. Di sana ditegaskan, “Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan Ibr 134. Perkawinan bukanlah semata-mata suatu rencana dan kehendak Di dalam kehidupan manusia, perkawinan selalu menjadi tujuan hidup. Perkawinan yang identik dengan kebahagiaan adalah penciptaan atas manusia itu sendiri, namun tanpa perkawinan manusia juga bisa mencapai kebahagiaan hidup. Kebahagiaan hidup ini terkait dengan pemikiran univer-salisme, lebih lanjut dalam Tomy Michael, Alienasi Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No-mor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan’, Mimbar Keadilan Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Uni-versitas 17 Agustus 1945 Surabaya, 2017. Dominikus Gusti Bagus Kusumawanta, Analisis Yuridis “Bonum Coniugum” Dalam Perkawinan Kanonik; Relevansi Untuk Pelayanan Pastoral Bagi Gereja Katolik Di Indonesia Yogyakarta Yayasan Pustaka Nusantara, 2007. Al. Purwa Hadiwardoyo, Perkawinan Dalam Tradisi Katolik Yogyakarta Kanisius, 1988. Dendy Sugono tim Redaksi. Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta Pusat Bahasa Departemen Pen-didikan Nasional. 2008, PP. 653-654. Bdk penelitian Prinsip-Prinsip ini menjanjikan bentuk masa depan yang berbeda, dimana semua orang dilahirkan dengan bebas dan setara dalam hal martabat dan hak serta dapat memenuhi hak berharga tersebut yang mereka bawa sejak mereka dilahirkan, Tomy Michael and Kristoforus Laga Kleden, Menyoal Pemahaman Hak Dalam Prinsip-Prinsip Yogyakarta 2007’, DiH Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Redaksi Bumi Aksara, Undang-Undang Pokok Perkawinan Jakarta Radar Jaya Offset, 1991. Bdk Bab II Syarat-Syarat Perkawinan Pasal 6 Dalam Redaksi Bumi Aksara, Undang-Undang Pokok Per-kawinan Jakarta Radar Jaya Offset, 1991. Tjatur Raharso Alf, Kesepatakan Nikah Dalam Hukum Perkawinan Katolik Malang Dioma, 2008. AL. Purwa Hadiwardoyo, Perkawinan Menurut Islam Dan Katolik Implikasinya Dalam Kawin Campur Yogyakarta Kanisius, 1990. Jurnal Hukum Magnum Opus Februari 2020 Volume 3, Nomor 1 Daniel Wejasokani Gobai Yulianus Korain 83 manusia belaka, tanpa intervensi Allah. Akan tetapi, Allah sendirilah yang senantiasa menghendaki perkawinan itu. Allah memberikan laki-laki dan perempuan kepada satu sama lain Bdk. Mat 196a. Laki-laki dan perempuan kemudian saling menerimakan sakramen perkawinan. Di sini imam memohon berkat atas pasangan itu dan terlebih bersaksi bahwa perkawinan tersebut sah dan juga bukanlah semata urusan duniawi belaka, seperti dipahami oleh beberapa tokoh Protestan. Pada umumnya mereka menolak Ajaran Gereja, yang memandang perkawinan sebagai suatu kehendak Allah yang memanggil seorang pria dan wanita untuk bersatu membangun rumah tangga mereka dalam tata penyelenggaraan ilahi. Allah menciptakan laki-laki dan perempuan “menurut gambar-Nya.” Secara sederhana dapat kita mengerti hal ini bahwa adanya pria dan wanita, dan adanya wanita, adanya seksualitas yang kita mengerti sebagai kenyataan sebagai pria dan wanita, bukanlah akibat suatu peristiwa yang kebetulan atau akibat tindakan manusia sendiri, melainkan kenyataan yang dikehendaki oleh Allah, diciptakan oleh-Nya. Di dalamnya, Allah memanggil, menjadi inisiator utama. Dia merancang dan membangun niat agar mereka menjadi satu dan sama, dalam ikatan perkawinan. Kasih Kristus adalah dasar hidup suami istri. Untuk itu, perkawinan pada tingkatan lapisan sosial, agama, kebudayaan, politik, suku dan adat istiadat manapun mesti selalu dilihat sebagai sebuah anugerah dan rahmat. Ia mesti menjadi berkat bagi suami dan istri dan dengan berkat itu pula hendaknya selalu didarmabaktikan kepada sesama sebagai ungkapan cinta kepada Sang Khalik yang mempersatukan mereka yang berbeda tadi. Oleh karena itu, dalam hal apapun perkawinan hendaknya selalu dijunjung keluhuran dan Youcat Indonesia Katekismus Populer, Terj Yohan Yogyakarta Kanisius, 2012. Love is the most fundamental that underlies all types of love is love of neighbor. What I mean by that is a sense of responsibility, caring, respect, understanding of other human beings, the will to preserve life. This is the kind of love that is said in the scripture love your neighbor as yourself. Love of neighbor is love to all minkind; love is characterized by a completely absence of exclusivity. If you have developed the capacity to love, no doubt I love my fellow men, lebih lanjut dalam Tomy Michael, Right To Have Rights’, Mimbar Keadilan Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya. Konsili Trente semakin membuahkan sikap yang semakin membedakan antara pandangan Katolik dan Protestan mengenai perkawinan. Tentang rahmat yang dianugerahkan dalam Sakramen Perkawinan, pada umumnya dirumuskan seperti pada rahmat yang ada pada sakramen-sakramen lainnya, yaitu bahwa sakramen itu memberikan rahmat pengudus, memberikan rahmat istimewa yang menyempurnakan cinta kodrati suami istri serta memberikan hak serta rahmat yang perlu untuk melangsungkan tugas sebagai suami-istri. Namun, wakil kaum Prostentan, yakni Melchior Cano tahun 1563 menulis dua buku berjudul De Locis Theologicis dan Relectiones De Sacramentis . Dalam bukunya ia menyatakan bahwa dalam peneguhan nikah orang Kristen ada dua hal yang berbeda yaitu “kontrak perkawinan” dan “berkat perkawinan”. Karena itu perkawinan orang Kristen tidak selalu merupakan sakramen. Berkat perkawinan yang diberikan oleh imam itulah yang membuat perkawinan Kristen menjadi sakramen. Demi menentang pandangan ini, Robertus Bellarminus 1621 memberikan penjelasan yang lebih tegas sehingga kemudian diterima oleh Magisterius Gereja. Secara ringkas ia menyatakan Gratia Perficit, non destruit naturam. Karena itu kalau Kristus mengangakat perkawinan menjadi sakramen itu berarti bahwa Kristus mengangkat Perkawinan yang dibangun dengan “kontrak” menjadi rahmat-Nya sehingga menjadi sakramen. Kristus tidak mengubah kodratnya perkawinan sebagai kontrak, melainkan mengangkat menjadi sakramen. Al. Purwa Hadiwardoyo, Perkawinan Dalam Tradisi Katolik Yogyakarta Kanisius, 1988. Al. Purwa Hadiwardoyo, Perkawinan Dalam Tradisi Katolik. Hukum Perkawinan Katolik.. 84 martabatnya sebagai suatu sarana keselamatan bukan sebagai petaka untuk saling memecah belah. 2. Rumusan Masalah Dari pemahaman akan kasih Kristus maka rumusana masalahnya yaitu sifat dalam hukum perkawinan Katolik dan sifatnya. Rumusan masalah ini akan memebrikan kesimulan yang berdasarkan hukum gereja. 3. Metode Penelitian Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Alkitab dimana peneliti menggunakan literatur yang dikombinasikan dengan penafsiran berdasarkan ajaran Gereja. B. Pembahasan 1. Paham Perkawinan DalamGereja Katolik Perkawinan Katolik adalah perpaduan dua pribadi yang satu bukanlah budak dari yang lain. Keduanya saling memberikan diri, keduanya menjadidi sakramen cinta kasih, karena “ubi caritas et amor Deus ibi est” Jika ada cinta kasih hadirlah Tuhan. Sebab perkawinan “Katolik” adalah komunitas atau persekutuan hidup suami istri consortium, di mana mereka saling bersatu, berbagi dan berpartisipasi dalam nasib untung dan malang. Selain itu, perkawinan berarti sebuah patnership yang ditandai dengan pemberiaan dan penerimaan diri timbal balik secara total bdk Kan 1055 yang diwujudkan dalam mutual cooperation, support dan compassionship. Relasi ke-parner-an ini mengandaikan kedudukan dan martabat yang sama antara laki-laki dan perempuan serta kesamaan hak, kewajiban dan tanggungjawab. Dalam banyak hal tentu terdapat kesamaan pandangan tentang pengertian perkawinan yang hampir seragam pengertiannya dengan UU RI Tahun 1974 di atas, namun Gereja Katolik juga memiliki beberapa unsur pembeda yang sifatnya jelas dan tegas mengenai perkawinan. Utamanya Gereja bertolak dengan merefleksikan beberapa pertanyaan fundamental. Adapun beberapa pertanyaan tersebut antara lain Mengapa Allah memberikan laki-laki dan perempuan kepada satu sama lain? Bagaimana Sakramen Perkawinan terwujud? Apa yang diperlukan untuk melakukan perkawinan sakramental Katolik? Mengapa perkawinan tidak terpisahkan? Apakah semua orang dipanggil untuk menikah? Bagaimana perkawinan secara Katolik menggarisbawahi beberapa pertanyaan di atas, singkatnya “Marriage is the intimate, exclusive, indissoluble communion of life and love entered by man and woman at the design of the creator for the purpose of their own good and the procreation and education of children; this covenant between baptised persons has been raised by Christ the Lord to the dignity of a sacrament.”karena itulah, secara hakiki yang membedakan perkawinan katolik dari paham ataupun penghayatan perkawinan dalam kekayinan lain. Sakramen pada dasarnya dirumuskan oleh St. Augustinus sebagai signum sacrum, tanda yang suci. Sakramen termasuk dalam jenis tanda dan yang membedakan tanda ini dengan tanda lain adalah bahwa sakramen menyangkut hal-hal ilahi, hal-hal yang kudus. Disebut sakramen karena di dalamnya Crichton, Perayaan Sakramen Perkawinan Yogyakarta Kanisius, 1990. Yohanes Dwi Harsanto, Youcat Indonesia Katekismus Populer Yogyakarta Kanisius, 2012. Chrisopher West, A Basic Theology of Marriage in Priest & People June 2003, Pastoral Theology for the Modern World “what Is Christian Marriage Today?"’, United Kingdoms The Tablet Publishing Company Limited ISSN 00009-8736, 226. Niko Syukur and Dister, Teologi Sistematika 2 Ekonomi Keselamatan Kompendium Sepuluh Cabang Yogyakarta Kanisius, 2004. Jurnal Hukum Magnum Opus Februari 2020 Volume 3, Nomor 1 Daniel Wejasokani Gobai Yulianus Korain 85 lainlah yang dilihat, dan lainlah yang dipahami. Yang dilihat itu mempunyai rupa yang jasmani, yang dipahami itu mempunyai buah rohani. Sifat sakramental dari perkawinan dalam Tradisi Gereja memiliki dimensi kesucian yang harus selalu dirayakan pula dengan liturgi Gereja yang benar dan baku seturut Ajaran Suci Gereja Bdk Kan 1119. Hal ini nyata bahwa perkawinan bukanlah suatu ajang sandiwara atau hal duniawi semata, akan tetapi merupakan suatu prakarsa Allah yang mempersatukan mereka yakni baik pria dan wanita yang bersatu membangun bahtera rumah tangga. Karena itu, perayaannya pun dirayakan secara sakramental dengan ritus liturgi yang benar. Bentuk campur tangan Allah dalam relasi suami istri nyata dalam doa Tobit Lih. Tob 85-7, hal ini berarti, “God has a greater purpose is this marriage. God is involved in the marriage of Tobiah and Sarah because God wants to bring about a greater good. In other word, the marriage of Tobiah and Sarah is also for the benefit of God’s people. God intervention in the marriage of Sarah to Tobiah shows God’s abiding comitment to the chosen people.”Perkawinan sebagai sarana penyelamatan memiliki aneka makna dan dasar. Pertama, pentingnya perayaan liturgi, juga terutama liturgi perkawinan yang amat bermakna bagi yang bersangkutan maupun mereka yang berpartisipasi baik Katolik maupun Non-Katolik memberikan kepada mereka nilai kesaksian yang baik. Kedua, Salah satu tujuan perkawinan adalah perayaan liturgi yang sedemikian rupa sehingga menjadi sumber rohani terutama bagi pasangan yang diharapkan menikah hanya sekali seumur hidup Kan 1063 30. Ketiga, peneguh bertindak atas nama Gereja, maka ia juga dapat memimpin perayaan liturgi seperti yang ditetapkan Gereja Bdk Kan 834 § 2 837.Perkawinan merupakan bentuk dan jalan kehidupan yang paling lazim bagi kebanyakan orang lebih dari 90% umat, tetapi sarat masalah maka tidaklah mengherankan bila masalah perkawinan mendapat perhatian besar dalam pelayanan pastoral. Perkawinan memang mempunyai sisi privat dan intim, urusan mereka yang terlibat di dalamnya, tetapi juga mempunyai sisi lahiriah-sosial, publik dan yuridis yang menyangkut kepentingan umum, sehingga otoritas publik Gereja dan Negara bertugas mengaturnya ada campur tangan dalam batas-batas kewajarannya. Salah satu bentuk campur tangan itu ialah Undang-undang perkawinan, baik Gereja maupun Negara, yang dimaksudkan sebagai upaya-upaya antisipatif, baik promotif-preventif maupun kuratif-rehabilitatif demi tercapainya tujuan perkawinan sebagai sel masyarakat dan Gereja. Sering kali hukum, juga hukum perkawinan dianggap sebagai pemasungan dan hambatan dalam hidup menggereja, misalnya untuk kemerdekaan anak-anak Allah, penghayatan Gereja sebagai communio, komunikasi iman, karisma dan sebagainya. Sakramen perkawinan mempunyai keistimewaan yang khas. Berikut adalah keistimewaan tersebut “Sebagai sakramen dicakupnya realitas yang sudah terdapat dalam tata penciptaan; itulah perjanjian perkawinan yang sama yang diadakan pencipta sejak awal. Maka apabila seorang pria dan wanita sepakat untuk melangsungkan perkawinan dalam arti rencana penciptaan ini, mewajibkan diri dengan janji perkawinan yang tak dapat Francis M. Macatangay, In Good TImes and Bad Preaching The Book of Tobit at Weddings, In The Pastoral Review United Kingdom United Kingdom The Tablet Publishing Company Limited ISSN 1748-362x, 2008. Hukum Perkawinan Katolik.. 86 dicabut kembali untuk seluruh hidup mereka dalam kasih, seumur hidup dan untuk kesetiaan mutlak, maka dalam keputusan ini sungguh, biarpun tak sepenuhnya sadar, ada sikap ketaatan mendalam terhadap kehendak Allah, yang tak mungkin ada tanpa rahmat.”2. Unitas Sebagai Ciri Kesatuan Monogami didasarkan atas martabat pribadi yang sama dari pria dan wanita yang dalam perkawinan saling menganugerahkan dirinya sendiri dalam cinta kasih total dan justru karena itu bersifat unik dan eksklusif, seturut rencana Allah yang diwahyukan sejak awal bdk FC 19; GS 49. Perkawinan adalah perjanjian yang secara alami membawa kepada persatuan tubuh, intelektual dan spiritual antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Kristus dalam sejumlah peristiwa sebagaimana dikisahkan di dalam Kitab Suci menekankan, betapa pentingnya kesatuan antara pasangan suami istri. Karena itu, pernikahan Katolik pada hakikatnya adalah bersifat kodrati “The definition of marriage as between a man an woman has been universal accepted; it is not a historical coincidence, or a result of a political movement, discovery, disease, war, religious doctrine, or any forces of history or even of a prehistoric decision to exclude. But it arose as result of the nature of things to meet a vital need ensuring that children are conceived by a mother and father committed to raising them in the stable condition for a life-long yang dimaksud Kristus jelas berbeda dengan kesatuan fungsional tatkala mereka melangsungkan hubungan suami-istri demi memenuhi kebutuhan biologis semata. Allah sebagai pihak yang mendorong manusia untuk bersatu, tentunya sejak penciptaan telah mengamanatkan kepada keduanya agar menjaga kesatuan ini. Kepada pria ditegaskan bahwa, seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan akan bersatu dengan istrinya Bdk Kej 224. Pesan yang sama juga berlaku bagi seorang perempuan. Bahwa ia akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan suaminya Bdk Mat 195. Perkawinan merupakan jalan menuju persekutuan utuh, seperti halnya relasi kesatuan antara Allah dan Yesus Bdk Yoh 1030, demikian kerekatan relasi antara suami istri dipanggil kepada persekutuan yang kokoh kuat sebagaimana doa Kristus, “supaya mereka menjadi satu sama seperti kita adalah satu” Lih. Yoh 1722. Mereka yang karena perkawinan suci, kendati berbeda secara lahiriah, budaya, agama, sosial, dan latar belakang akan tetapi dipanggil pula menjadi pribadi-pribadi yang rendah hati dan mau menerima kekurangan dan kelebihan satu sama lain. Di sinilah sesungguhnya relevansi antara nasehat Rasul Paulus kepada Jemaat di Filipi dengan relasi suami-istri menjadi sungguh berarti bagi langgengnya bahtera rumah tangga keduanya, bahwa kesetiaan satu terhadap yang lain harus terpatri dalam semangat sehati sepikir dalam satu kasih, satu jiwa, dan satu tujuan Bdk Flp 22. Ciri unitas perkawinan yang secara kodrati atau sifat khas esensinya terarah kepada kebaikan suami istri bonum coniugum serta kelahiran dan pendidikan anak bonun prolis Bdk KHK Kan 1055 §1. Relasi suami istri dalam ikatan perkawinan merupakan suatu ikatan yang mengejahwantakan relasi khusus dan istimewa Kristus dan umat Soeharto dan Piet Go, Kawin Campur Beda Agama Dan Beda Gereja Malang Dioma, 2005. Paulinus I. Odozor, The Same Sex Marriage Debate Matters Arising Dalam Concilium-Families In-ternational Journal of Theology London SCM Press, 2016. Robertus Rubiatmoko and Dkk, Kitab Hukum Kanonik Bogor Percetakan Grafika Mardi Yuana, 2016. Jurnal Hukum Magnum Opus Februari 2020 Volume 3, Nomor 1 Daniel Wejasokani Gobai Yulianus Korain 87 manusia. Kristus selalu cinta kepada Gereja-Nya; Kristus menuntut Gereja-Nya untuk tetap dalam cintanya yang tunggal dan “Marriage is sacramen of Christ and the Church. The marriage of Christians is sacrament by virtue of the spouses baptism. In other word, marriage is a living sign that truly communicates the love of Christ and the Church.”Untuk itu, bila Kristus adalah kepala dan Gereja adalah mempelai-Nya, maka intimitas relasi suami istri yang khas dan otentik, mengungkapkan keotentikan kasih dan cinta Allah yang all out demi kehidupan dan keselamatan manusia, sebagai kekasih-Nya. Panggilan suami istri utamanya untuk saling melayani, mengayomi tanpa merendahkan martaba satu terhadap lain. Dengan ini perkawinan menjadi sungguh sakramen yakni suatu sarana yang menyelamatkan dan menolong. Pada dasarnya perkawinan terjadi sekali untuk selamanya, hingga kematian memisahkan kita. Diskursus mengenai perceraian merupakan suatu tema penting dalam Tradisi Yahudi. Penginjil Matius secara tegas menempatkan kata “perceraian sebagai satu judul, untuk menampilkan sebuah tradisi lepas-pisah yang dihidupi masyarakat pada zamannya. Yesus yang baru selesai mengajar, begitu Matius mengawali kisahnya, didatangi oleh orang-orang Farisi untuk mencobai-Nya, lalu bertanya Apakah orang boleh menceraikan istrinya dengan alasan apa saja Bdk Mat 191? Hal menarik atas penyataan ini, Yesus tentu mengantar mereka untuk mengeksplorasi dari khazanah amat kaya dalam Kitab Taurat. Jawab Yesus “Tidakkah kamu baca bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan Lih. Kej 224, sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Demikianlah, mereka bukan lagi dua melainkan satu, karena itu apa yang dipersatukan oleh Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia” Mat 19, 3-6.Gereja berkat baptisannya merupakan kumpulan umat beriman Bdk KHK Kan 204, yang sangat dikasihi oleh Kristus. Dia adalah kepala Gereja Bdk Ef523a, yang mana kita semua disatu-ragakan berkat sakramen pembaptisan. Atas dasar keyakinan ini, upaya Gereja dalam rangka merawat tali ikatan perkawinan menjadi berarti dan bermaka. Hal ini, antara lain misalnya dirumuskan demikian The Catholic Community by its teaching, preaching, and pastoral practice attepms to walk a fine line upholding the dignity and permanence of marriage while expressing understanding for, and care of, those who experience the pain of divorce. Through its teaching that marriage is one of the previleged sacramental events, in the lives of people, the church underlines the depth of meaning that human love incarnate and the significance of committed love between a man and perspektif ini, disposisi suami dapat diletakkan dalam kaitannya dengan kedudukan suami sebagai kepala atas istri Bdk Ef523a. “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum Wibowo Ardhi, Sakramen Perkawinan Yogyakarta Kanisius, 1993. Chrisopher West, A Basic Theology of Marriage in Priest & People June 2003, Pastoral Theology for the Modern World “what Is Christian Marriage Today?"’, United Kingdoms The Tablet Publishing Com-pany Limited ISSN 00009-8736, 228. Bdk. Mat. 191, 3-6 Dan Lih. Kol. 319. Kenneth and James The Indissolubility of Marriage Reasons to Reconsider’, Theological Studies A Quarterly Journal, 453. Hukum Perkawinan Katolik.. 88 wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian dari mereka laki-laki atas sebagian yang lain wanita dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Tetapi bukan untuk menguasai istri melainkan menjadikan rekan demi membangun rumah tangga keluarga. Untuk itulah, ciri kedua dari perkawinan tidak dapat terpisahkan karena tiga alasan pertama, karena esensi dari cinta adalah saling memberi diri tanpa syarat; kedua perkawinan adalah gambaran kesetiaan tanpa syarat dari Allah bagi ciptaannya. Jika kita tidak setia, Dia tetap setia karena Dia tidak dapat menyangkal Diri-Nya Bdk 2 Tim 213, dan ketiga perkawinan merupakan pengabdian Kristus kepada Gereja-Nya bahkan sampai wafat di kayu salib. Oleh karena itu, suami maupun istri yang karena kemauan dan kehendak bebasnya, menyatakan kesetiaan satu sama lain, dalam jalinan ikatan sakramen perkawinan, menghidupi spiritualitas kesetiaan, yang mana Allah menjadi pelopor kesetiaan antara kita dengan Kristus terlebih dahulu. 3. Relevansi Unitas dan Indissolubilitas Perkawinan sebagai Manifestasi Relasi Intimitas Hubungan Kristus dan Gereja Mempelai-Nya Cinta kasih antara Kristus dan Gereja hadir dan terpantul dalam cinta suami istri dalam sakramen perkawinan Ef 5 Perkawinan Kristen dipandang sebagai lambang persatuan Kristus dan Gereja-Nya Bdk. Ef 521-33. Utamanya, perkawinan antara dua orang yang dipermandikan “dengan sendirinya” adalah sakramen. Juga perkawinan sebagai kontrak dan sebagai sakramen tidak merupakan Allah yang kelihatan. Akan tetapi, kesatuan-Nya dengan Allah Bapa-Nya tidak terelakkan oleh siapapun. Demikian pula persekutuan hidup dan kasih suami istri yang mesra. Diadakan oleh Sang Pencipta dan dikukuhkan dengan hukum-hukumnya-Nya. Dengan demikian Allah sendirinya pencipta pertawinan Bdk GS sehingga rahasia cinta mereka tak dapat didalami oleh siapapunBaik Bapa maupun Putra merupakan satu dan karena itu tak terpisahkan walaupun secara persona berbeda seorang terhadap lainnya. Dalam seluruh misi perutusan-Nya Allah tidak meninggalkan Yesus Anak-Nya. Allah terus menyertai dan membimbing seluruh karya Putra-Nya. Allah sungguh setia dan menyertai Yesus dalam segala waktu dan tempat. Apa yang dikerjakan Yesus sebagai Anak juga tentu sekaligus mengungkapakan keterlibatan Allah sebagai Bapa bagi Kristus dan kita manusia secitra-Nya. Kristus adalah utusan, memiliki peran istimewa bagi setiap manusia. Juga Allah sebagai subyek yang mengutus memiliki peran penting dalam misi keselamatan manusia oleh Kristus. Tugas Kristus yang utama selain menjaga kedekatan dengan Bapa-Nya di surga, adalah menghimpun semua orang menjadi satu kawanan dengan satu gembala. Kecuali itu, Tuhan juga memberi amanah; hai suami! kasihilah istrimu, sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya sesudah ia mengucikannya dengan memandikannya dengan air dan Firman. Demikian juga suami harus mengasihi istrinya sama seperti tubuhnya sendiri Siapa yang mengasihi Al-Quran dalam Surat Al Nisah Ayat 34 dalam Al. Purwa Hadiwardoyo, Perkawinan Dalam Tradisi Katolik, hl. 12. Syukur and Dister, hl. 653. Josep Konigsmann, Pedoman Hukum Perkawinan Gereja Katolik EndeNusa Indah, 1986. Bdk. Herman Embuiru, Katekismus Gereja Katolik Ende Flores Percetakan Arnoldus Jansen, 1995. Jurnal Hukum Magnum Opus Februari 2020 Volume 3, Nomor 1 Daniel Wejasokani Gobai Yulianus Korain 89 istrinya mengasihi dirinya sendiri. Panggilan kita sebagai umat Kristiani adalah panggilan istimewa. Allah yang menciptakan tidak membiarkan kita seperti anak yatim piatu tetapi terus menuntun kita agar tidak ada satu pun manusia yang luput dari kasih karunia-Nya. Dengan mengutamakan kasih, kita sejatinya menghadirkan Allah yang mengasihi kita tanpa batas. Sebagaimana cinta Allah yang tanpa membeda-bedakan semua perbedaan yang dimiliki oleh setiap orang di satu pihak, juga segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh seorang suami atau istri dalam sebuah ikatan perkawinan, kita diajak untuk menerima semua apa adanya. Untuk itulah Rasul Paulus kepada umat di Galatia menasehatkan agar merubah sifat dan tendensi yang cenderung membedahkan orang dari latar belakangnya. Bahwa tidak ada orang Yahudi, atau Yunani melainkan Sang Rasul menyadarkan mereka Baca kita dengan mengatakan, satu tubuh di dalam Kristus Bdk Gal 328. Karena hubungan kesatuan dan ketidak-terpisahan inilah, kemudian pengarang Injil Yohanes menggarisbawahi sekaligus menegaskan tugas perutusan sebagai sebuah amanat mulia Allah demi mempersatukan anak-anak Allah yang tercerai berai Bdk Yoh 1152b. Untuk itu pula, sesungguhnya dua orang yang telah menikah secara sah melalui perayaan sakramen perkawinan dipanggil menjadi satu tubuh di dalam satu tubuh Kristus. Keluarga yang berdasarkan pernikahan yang dijalin dengan bebas-bersifat satu dan tak terceraikan harus dipandang sebagai sel alami dan primer masyarakat manusia. Oleh karena itu, kepentingan-kepentingan keluarga hendaknya secara khas diindahkan dalam perkara-perkara sosial dan ekonomi begitu pula dalam hal iman dan tata susila. Sebab semuanya itu berkaitan dengan usaha meneguhkan keluarga dan membantu dalam menunaikan misinya. Perkawinan bukanlah satu institusi manusiawi semata-mata, dalam dalam perkembangannya mengalami banyak perubahan sesuai kebudayaan dan lain sebagainya. Perkawinan Katolik dicirikan dengan kesatuan yang tak-terpisahkan sesungguhnya memiliki dasar yang kuat dalam ikatan kesatuan tak-terpisahkan dengan relasi Bapa, Putra dan Roh Kudus. Ketiga-Nya merupakan tiga pribadi yang jelas terpisah secara personal namun memiliki kodrat yang. Ketiganya adalah Allah. Inti keyakinan Kristiani ini jelas mau menegaskan peran dan fungsi ketiga-Nya baik dalam kedudukan, kemahakuasaan, kemuliaan, kekudusan, keagungan, kejayaan, keilahian, keabadian, namun juga dalam kaitannya dengan relevansi cinta kasih antar-manusia yang harus selalu mencerminkan relasi cinta kasih Allah Tritunggal. C. Penutup Sifat satu dan tak terceraikan merupakan suatu ciri perkawinan yang khas Kristiani pada umumnya maupun merupakan sifat perkawinan Katolik yang diakui dan hidupi Gereja Katolik dari masa ke masa pada khususnya. Perkawinan merupakan rahmat yang mana melaluinya, suami istri memancarkan cinta kasih Allah yang penuh, tanpa batas dan total kepada mereka, dengan menghargai dan mengupayakan keharmonisan hidup antar keduanya, maupun dalam relasi dengan anak dan sesama sekitar. Buah dari perkawinan menurut “fides, proles, and sacramentum. While the first two, the royalty between Dokumen Pacem In Terris-Perdamaian Dunia Oleh Paus Yohanes XXIII Tahun 1963’ [accessed 14 September 2018]. Hukum Perkawinan Katolik.. 90 the partners and begetting offspring, are universal valid, the notion of sacramentum aplies exclusively to Christians, as for them marriage is indissoluble.”Menurut rencana Allah, pria dan wanita diciptakan satu untuk yang lain Kej 2 18 sebagai dua partner yang sederajat dalam persekutuan hidup dan cinta kasih yang disebut perkawinan. Manusia yang karena cinta, diciptakan Tuhan menurut citra-Nya sendiri Kej 127 diciptakannya pula suami dan istri sebagai pria dan wanita yang oleh Gereja diangkat dalam tataran sakramnen. “A sacrament is a sign not only of the gracing action of God in Christ Opus Operatum, but also of the free faith of the participant cooperating with grace in this ritual opus operantis.” Lalu Tuhan yang adalah cinta 1Yoh 4 memanggil manusia juga untuk mencinta. Dengan demikian, “marriage becomes a sacrament, not because of some juridicial effect of baptism, but because of the active faith of the couple. Whose who marry without active Christian faith, be they ever so baptized, marry also without Christian Sacrament.” Akan tetapi persatuan antara suami istri pun selalu diancam oleh perselisihan, nafsu berkuasa, ketidaksetiaan, kecemburuan dan konflik yang dapat mengakibatkan kebencian dan perceraian. Namun dalam kerahiman-Nya, Allah tidak meninggalkan manusia berdosa. Yesus diutus ke dunia untuk memperbaiki tata ciptaan awal yang telah diguncang oleh dosa. Ia sendiri memberi kekuatan dan rahmat untuk dapat menghidupkan perkawinan dalam sikap baru Kerajaan Allah. Oleh karena itu, pasangan suami istri yang mengukuti Kristus, menyangkal diri sendiri dan memikul salibnya Mrk 834, akan mengerti arti dari perkawinan yaitu persekutuan hidup dan kasih yang monogam dan tak terceraikan, dan mereka akan dapat hidup menurut arti asli dari perkawinan dengan pertolongan Kristus. Daftar Pustaka Aksara, Redaksi Bumi, Undang-Undang Pokok Perkawinan Jakarta Radar Jaya Offset, 1991 Alf, Tjatur Raharso, Kesepatakan Nikah Dalam Hukum Perkawinan Katolik Malang Dioma, 2008 Ardhi, Wibowo, Sakramen Perkawinan Yogyakarta Kanisius, 1993 Bdk. Mat. 191, 3-6 Dan Lih. Kol. 319 Bdk Bab II Syarat-Syarat Perkawinan Pasal 6 Dalam Redaksi Bumi Aksara, Undang-Undang Pokok Perkawinan Jakarta Radar Jaya Offset, 1991 Crichton, Perayaan Sakramen Perkawinan Yogyakarta Kanisius, 1990 Dokumen Pacem In Terris-Perdamaian Dunia Oleh Paus Yohanes XXIII Tahun 1963’ [accessed 14 September 2018] Embuiru, Bdk. Herman, Katekismus Gereja Katolik Ende Flores Percetakan Arnoldus Jansen, 1995 Go, Piet, Hukum Perkawinan Gereja Katolik Teks Dan Komtentar Malang Dioma, 1990 Go, Soeharto dan Piet, Kawin Campur Beda Agama Dan Beda Gereja Malang Dioma, 2005 Hadiwardoyo, Al. Purwa, Perkawinan Dalam Tradisi Katolik Yogyakarta Kanisius, 1988 ———, Perkawinan Dalam Tradisi Katolik Yogyakarta Kanisius, 1988 Hadiwardoyo, AL. Purwa, Perkawinan Menurut Islam Dan Katolik Implikasinya Dalam Kawin Campur Yogyakarta Kanisius, 1990 Hadiwardoyo, Bdk. Al. Purwa, Perkawinan Dalam Tradisi Katolik Yogyakarta Kanisius, 1988 Harsanto, Yohanes Dwi, Youcat Indonesia Katekismus Populer Yogyakarta Kanisius, 2012 Willemien and Otten, Augustine on Marriage’, Theological Studies, United States Theological Studies, Inc, 399. Michael G. Lauwler, Faith, Contract, and Sacrament in Christian Marriage A Theological Aproach’, Theological Studies A Quarterly Journal , United States Theological Studies, Inc, 720. Jurnal Hukum Magnum Opus Februari 2020 Volume 3, Nomor 1 Daniel Wejasokani Gobai Yulianus Korain 91 Konigsmann, Josep, Pedoman Hukum Perkawinan Gereja Katolik EndeNusa Indah, 1986 Kusumawanta, Dominikus Gusti Bagus, Analisis Yuridis “Bonum Coniugum” Dalam Perkawinan Kanonik; Relevansi Untuk Pelayanan Pastoral Bagi Gereja Katolik Di Indonesia Yogyakarta Yayasan Pustaka Nusantara, 2007 Lauwler, Michael G., Faith, Contract, and Sacrament in Christian Marriage A Theological Aproach’, Theological Studies A Quarterly Journal , United States Theological Studies, Inc, 720 Macatangay, Francis M., In Good TImes and Bad Preaching The Book of Tobit at Weddings, In The Pastoral Review United Kingdom United Kingdom The Tablet Publishing Company Limited ISSN 1748-362x, 2008 Michael, Tomy, Alienasi Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan’, Mimbar Keadilan Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, 2017 ———, Right To Have Rights’, Mimbar Keadilan Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya Michael, Tomy, and Kristoforus Laga Kleden, Menyoal Pemahaman Hak Dalam Prinsip-Prinsip Yogyakarta 2007’, DiH Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Odozor, Paulinus I., The Same Sex Marriage Debate Matters Arising Dalam Concilium-Families International Journal of Theology London SCM Press, 2016 Kenneth, and James The Indissolubility of Marriage Reasons to Reconsider’, Theological Studies A Quarterly Journal, 453 Rubiatmoko, Robertus, and Dkk, Kitab Hukum Kanonik Bogor Percetakan Grafika Mardi Yuana, 2016 Supriadi, Agustinus, Menyingkap Tirai Perkawinan Kristiani; Sebuah Upaya Mendampingi Persiapan Perkawinan Ponorogo Solo Offset, 2002 Syukur, Niko, and Dister, Teologi Sistematika 2 Ekonomi Keselamatan Kompendium Sepuluh Cabang Yogyakarta Kanisius, 2004 West, Chrisopher, A Basic Theology of Marriage in Priest & People June 2003, Pastoral Theology for the Modern World “what Is Christian Marriage Today?"’, United Kingdoms The Tablet Publishing Company Limited ISSN 00009-8736, 226 ———, A Basic Theology of Marriage in Priest & People June 2003, Pastoral Theology for the Modern World “what Is Christian Marriage Today?"’, United Kingdoms The Tablet Publishing Company Limited ISSN 00009-8736, 228 Willemien, and Otten, Augustine on Marriage’, Theological Studies, United States Theological Studies, Inc, 399 Youcat Indonesia Katekismus Populer, Terj Yohan Yogyakarta Kanisius, 2012 Aksara, Redaksi Bumi, Undang-Undang Pokok Perkawinan Jakarta Radar Jaya Offset, 1991 Alf, Tjatur Raharso, Kesepatakan Nikah Dalam Hukum Perkawinan Katolik Malang Dioma, 2008 Ardhi, Wibowo, Sakramen Perkawinan Yogyakarta Kanisius, 1993 Bdk. Mat. 191, 3-6 Dan Lih. Kol. 319 Bdk Bab II Syarat-Syarat Perkawinan Pasal 6 Dalam Redaksi Bumi Aksara, Undang-Undang Pokok Perkawinan Jakarta Radar Jaya Offset, 1991 Crichton, Perayaan Sakramen Perkawinan Yogyakarta Kanisius, 1990 Dokumen Pacem In Terris-Perdamaian Dunia Oleh Paus Yohanes XXIII Tahun 1963’ [accessed 14 September 2018] Embuiru, Bdk. Herman, Katekismus Gereja Katolik Ende Flores Percetakan Arnoldus Jansen, Hukum Perkawinan Katolik.. 92 1995 Go, Piet, Hukum Perkawinan Gereja Katolik Teks Dan Komtentar Malang Dioma, 1990 Go, Soeharto dan Piet, Kawin Campur Beda Agama Dan Beda Gereja Malang Dioma, 2005 Hadiwardoyo, Al. Purwa, Perkawinan Dalam Tradisi Katolik Yogyakarta Kanisius, 1988 ———, Perkawinan Dalam Tradisi Katolik Yogyakarta Kanisius, 1988 Hadiwardoyo, AL. Purwa, Perkawinan Menurut Islam Dan Katolik Implikasinya Dalam Kawin Campur Yogyakarta Kanisius, 1990 Hadiwardoyo, Bdk. Al. Purwa, Perkawinan Dalam Tradisi Katolik Yogyakarta Kanisius, 1988 Harsanto, Yohanes Dwi, Youcat Indonesia Katekismus Populer Yogyakarta Kanisius, 2012 Konigsmann, Josep, Pedoman Hukum Perkawinan Gereja Katolik EndeNusa Indah, 1986 Kusumawanta, Dominikus Gusti Bagus, Analisis Yuridis “Bonum Coniugum” Dalam Perkawinan Kanonik; Relevansi Untuk Pelayanan Pastoral Bagi Gereja Katolik Di Indonesia Yogyakarta Yayasan Pustaka Nusantara, 2007 Lauwler, Michael G., Faith, Contract, and Sacrament in Christian Marriage A Theological Aproach’, Theological Studies A Quarterly Journal , United States Theological Studies, Inc, 720 Macatangay, Francis M., In Good TImes and Bad Preaching The Book of Tobit at Weddings, In The Pastoral Review United Kingdom United Kingdom The Tablet Publishing Company Limited ISSN 1748-362x, 2008 Michael, Tomy, Alienasi Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan’, Mimbar Keadilan Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, 2017 ———, Right To Have Rights’, Mimbar Keadilan Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya Michael, Tomy, and Kristoforus Laga Kleden, Menyoal Pemahaman Hak Dalam Prinsip-Prinsip Yogyakarta 2007’, DiH Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Odozor, Paulinus I., The Same Sex Marriage Debate Matters Arising Dalam Concilium-Families International Journal of Theology London SCM Press, 2016 Kenneth, and James The Indissolubility of Marriage Reasons to Reconsider’, Theological Studies A Quarterly Journal, 453 Rubiatmoko, Robertus, and Dkk, Kitab Hukum Kanonik Bogor Percetakan Grafika Mardi Yuana, 2016 Supriadi, Agustinus, Menyingkap Tirai Perkawinan Kristiani; Sebuah Upaya Mendampingi Persiapan Perkawinan Ponorogo Solo Offset, 2002 Syukur, Niko, and Dister, Teologi Sistematika 2 Ekonomi Keselamatan Kompendium Sepuluh Cabang Yogyakarta Kanisius, 2004 West, Chrisopher, A Basic Theology of Marriage in Priest & People June 2003, Pastoral Theology for the Modern World “what Is Christian Marriage Today?"’, United Kingdoms The Tablet Publishing Company Limited ISSN 00009-8736, 226 ———, A Basic Theology of Marriage in Priest & People June 2003, Pastoral Theology for the Modern World “what Is Christian Marriage Today?"’, United Kingdoms The Tablet Publishing Company Limited ISSN 00009-8736, 228 Willemien, and Otten, Augustine on Marriage’, Theological Studies, United States Theological Studies, Inc, 399 Youcat Indonesia Katekismus Populer, Terj Yohan Yogyakarta Kanisius, 2012 ... Relasi Kristus dengan Gereja-Nya merupakan dasar bagi relasi saumi-istri dalam hidup perkawinannya. Selanjutnya, St. Paulus menjelaskan misteri perkawinan itu sebagai lambang cinta kasih Kristus kepada Gereja-Nya Gobai, & Korain, 2020. ...Teresia Noiman DerungSanta Hani MarselaKristina Natalia KelingGereja memandang perkawinan sebagai panggilan hidup yang tertinggi dan suci karena Allah sendiri yang memimpin dan memberkati melalui sakramen perkawinan sebagai hidup berkeluarga. Sakramen perkawinan sendiri memiliki perjanjian yaitu sekali seumur hidup atau tidak terceraikan. Meski dikatakan tidak terceraikan tidak sedikit juga pasangan Katolik yang tidak bisa mempertahankan kesetiaannya dalam berumah tangga. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka. Studi pustaka merupakan suatu kajian yang berdasarkan khazanah ilmu yang bersumber pada buku-buku kepustakaan yang sesuai dengan pokok permasalahan. Melihat situasi sekarang ini yang maraknya Perceraian dikarenakan kurangnya kesetiaan satu pasangan dengan contoh perselingkuhan, hal ini menunjukkan bahwa kesetiaan adalah problem bagi pasangan suami istri yang menyepelekan keskralan janji perkawinan. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis melakukan studi lapangan terhadap pasangan katolik yang aktif dalam kegiatan gereja dan memberikan komitmen yang baik terhadap pernikahannya juga memotivasi bagi pasangan Katolik yang tidak aktif dalam kegiatan menggereja maupun kerohanian dan mendorong pasangan Katolik agar hidup sesuai Ajaran Gereja.... That is what is found in the Bible, Genesis 381-2. In Catholicism, marriage is the way to holiness Uer, 2019 because marriage is a unity and unbreakable nature Indissolubility which in a Christian marriage gains stability on the basis of the sacrament Gobai & Korain, 2020. It is the same as in Christianity. ...Meliyani SidiqahThe legal vacuum regarding the rules of interfaith marriage was not something new. However, this matter has not been resolved by the Government of Indonesia. After the Marriage Law’s promulgation, the rules of interfaith marriages "disappeared", even though before the promulgation of the Marriage Law, interfaith marriages were regulated clearly and firmly. The phenomenon of interfaith marriage in society which was very difficult to avoid was an essential point of concern for the state to accommodate the rules regarding interfaith marriages. This article discussed the phenomenon of interfaith marriages in Indonesia and the legal rules of interfaith marriages before and after the promulgation of the Marriage Law. This article was the result of normative juridical research using the statutory approach method. The data used was secondary data consisting of primary legal materials, secondary legal materials, and secondary legal materials, which were collected from the literature and then analysed using qualitative analysis methods. Based on the research results, many Indonesian people still carry out interfaith marriages in Indonesia, and the rules of interfaith marriages formulated in the Marriage Law are inadequate. The Indonesian government must accommodate interfaith marriage arrangements in order to provide legal certainty to all people.... 1055, mengenai hakikat perkawinan, sungguh menekankan bahwa perkawinan dalam Gereja Katolik adalah perkawinan yang dilakukan antara sesama orang yang telah dibaptis. Perkawinan katolik berpegang teguh pada prinsip dan sifat perkawinan monogami, Gobai et al., 2020 yang berarti bawha perkawinan itu dilakukan hanya oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan. Karena sehakikat dan semartabat maka perkawinan hanya terjadi antara satu laki-laki dan satu perempuan sudah menjadi lengkap, utuh, sempurna, tak terceraikan, bebas dari halangan-halangan kanonik dan berlangsung seumur hidup dalam segala situasi dan kondisi. ...John M BalanBaltasar Taruma DjataAurelius FredimentoMarriage preparation education and training for prospective married couples also have been known in Indonesia as marriage preparation training courses KPP. Like the other parishes in every diocese all over the world, St. Joseph Parish of Onekore Ende which belong to the vicariate pastoral ministry area of Ende, and the Archdiocese of Ende cares and pays more attention to the needs of parish community members who are planning to build a family up for living together as husband and wife. So, responding to the needs of these prospective couples and based on the pastoral activity planning that has been designed in an annual plenary pastoral assembly, the Parish Pastoral Council, through the Family Pastoral Section of the Parish, carries out an educational and training program for the premarital marriage preparation activities under the coordination of the Parish Pastor and his fellow co-pastor. The facilitators use the acronym term PMPET in this article. PMPET is shortened from Premarital Marriage Preparation Education and Training. The purpose is to know whether PMPET as an approach and model be able to enhance the knowledge and skill of the participants about the nature of marriage which is discussed from various perspectives or points of RantiTimotius Tote JelahuSilvester AdinuhgraJudul skripsi ini diangkat untuk mengetahui pentingnya pendampingan keluarga tentang sakramen perkawinan di Stasi St. Petrus Cangkang Paroki St. Theresia Liseux Saripoi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kepustakaan dengan pengumpulan data dari buku-buku jurnal, dan skripsi yang cocok dengan penelitian. Langkah-langkah penelitian meliputi penentuan judul skripsi dan hasil penelitian terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa Pasangan suami istri belum memahami dan menghayati hakekat perkawinan katolik dalam hidup berkeluarga terutama di stasi St. Petrus Cangkang. Hal ini terjadi karena kurangnya pembinaan dan pendampingan tentang perkawinan katolik. Hal ini juga dipengaruhi oleh tenaga pastoral yang ada di stasi St. Petrus Cangkang sehinga pembinaan terhadap keluarga katolik juga kurang diperhatikan. Diharapkan agar pasangan suami istri dapat memahami dan menghayati perkawinan mereka dengan baik. Hal ini diupayakan dengan katekese dan pendampingan tertentu. Progaram pendampngn ini menjadi sangat penting sebab pasangan suami istri memerlukan pendampingan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan iman dalam perkawinannya. Melalui katekese diharapkan agar pasangan suami istri lebih mudah memahami dan menerapkan hidup berkeluarga seturut ajaran dalam perkawinan seperti setia terhadap pasangan mereka masing- Labur Fransiska WidyawatiA Catholic marriage is valid if it has complied with applicable laws. One of the legal rules is if the wedding is done based on love and the partner's free will. On the other hand, forced marriage is invalid. Forced marriage has many adverse effects, including it can lead to divorce or separation. This study conducted a study on separated/divorced couples at the Rewung Station of the St. Maria Penolong Abadi Parish in Lawir Diocese of Ruteng. The main focus and objective of the research are to analyze the causes and effects of forced marriages in the area. This study found the factors causing forced marriages, namely marriage due to arranged marriages by parents, marriage due to arranged marriages in a large family as part of the marriage culture within the clan and already pregnant. The effects of forced marriages are squabbles or disharmony, domestic violence KDRT, and divorce/separation. This study concludes that forced marriage is not only against the nature of the sacramental union of the Catholic Church but also has a destructive impact on the family and the Church itself. This study recommends that marriage preparation be carried out correctly in the premarital canonical and pastoral investigation process. Likewise, pastoral care for Catholic families also needs serious attention. Michael G. LawlerL'A. soutient que la foi personnelle necessaire au salut est egalement necessaire non seulement pour la fructuosite mais pour la validite des sacrements, y compris le sacrement du mariage. Par consequent, en contradiction avec ce que dit le droit canonique, le mariage-contrat n'est pas toujours inseparable du mariage-sacrementOtten WillemienWillemien and Otten, 'Augustine on Marriage', Theological Studies, United States Theological Studies, Inc, Hukum Magnum Opus Februari 2020LauwlerLauwler, hl. 721. Jurnal Hukum Magnum Opus Februari 2020
Pernikahancampur beda gereja, dengan mendasarkan pada kanon 1124, adalah pernikahan antara dua orang dibaptis, yang diantaranya satu dibaptis dalam Gereja katolik atau diterima didalamnya setelah baptis, dengan seorang anggota Gereja atau persekutuan gerejawi yang tidak mempunyai kesatuan penuh dengan Gereja Katolik. Yang dimaksud dengan 'Gereja atau persekutuan gerejawi yang tidak mempunyai kesatuan penuh dengan Gereja Katolik' adalah gereja-gereja Kristen atau juga gereja ortodoks
- Pernikahan menjadi momen sakral dalam kehidupan dua insan manusia yang terikat dalam ikatan janji suci. Di dalam agama Katolik yang mengenal prinsip monogami, pernikahan juga bersifat tak terpisahkan. Amanat ini tertuang langsung dalam Injil Matius 196, “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." Prinsip tak mengenal perceraian lalu dipertegas oleh Yesus Kristus dalam Markus 1011-12. “Lalu kata-Nya kepada mereka "Barangsiapa menceraikan istrinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinaan terhadap istrinya itu. Dan jika si istri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zina." Jagat selebritas tanah air disegarkan dengan berita terkait pernikahan kedua penyanyi Delon Thamrin dengan Aida Noplie Chandra pada Jumat 8/11. Tentu bukan hal yang aneh ketika dua sejoli memutuskan untuk mengikat hubungan dalam suatu pernikahan. Sumber Instagram delonthamrinofficial Menjadi permasalahan ketika Delon dan Aida, penganut agama Katolik ternyata melangsungkan pernikahan secara Katolik, usai sebelumnya berstatus sebagai suami dan istri orang lain. Seperti yang diketahui, Delon sebelumnya telah menikah dengan Yeslin Wang, 20 Mei 2011 di Gereja Katolik Petrus Paulus, Mangga Besar, Jakarta. Sementara Aida ialah janda dari Andy Setiawan, yang bercerai di pengadilan Semarang pada 2013 lalu. Aida sudah dikarunia dua anak dari pernikahan sebelumnya, sementara Delon belum mempunyai anak dari perkawinannya dengan Yeslin. “Kita sudah diberkati dan secara sah, secara sipil negara dan juga secara rohani kita sudah sah. Sekarang adalah resepsinya. Kita pemberkatan di gereja, secara Katolik dan diberkati secara sah,” kata Delon saat diwawancarai sebuah program televisi swasta di kawasan Grand Hyatt Jakarta, Minggu 10/11. “Pernikahan kita sah secara Katolik. Banyak bertanya kenapa bisa? Itu adalah kita dikasih dispensasi seperti apa. Itu intinya kita sudah sah dan diperbolehkan untuk menerima pemberkatan,” ucap Delon menambahkan. Sumber ZAL/ Hal ini tentu mengegerkan para fans atau masyarakat Indonesia yang beragama Katolik. Pasalnya, seperti tertuang pada ayat suci di atas, seyogyanya tidak ada perceraian dalam agama Katolik, kecuali diceraikan oleh kuasa Allah, yakni melalui kematian itu sendiri. Lantas dispensasi macam apa yang mampu membatalkan hukum Allah yang tertulis dalam Kitab Suci itu sendiri? Delon sendiri sempat mengunggah foto-foto momen pernikahannya di Gereja Hati Kudus melalui akun Instagramnya, delonthamrinofficial. Penelusuran pada akun tersebut, Senin 11/11, sekitar pukul menemukan beberapa warganet yang turut mengomentari foto tersebut. Jamak ditemui pertanyaan terkait diperbolehkannya Delon menikah lagi secara Katolik di gereja. Baca Juga Menikah Lagi, Delon Jatuh Cinta Pada Pandangan Pertama Penelusuran sehari berikutnya, unggahan tersebut telah dihapus. Namun jejak digitalnya masih bisa dilihat, khususnya ketika beberapa media online menjadikan foto-foto di Instagram itu sebagai foto dari berita mereka. Tidak Sah Menurut Gereja Tak mudah memperoleh informasi dalam kasus pernikahan Delon-Aida. Sejumlah institusi keagamaan Katolik terkesan menutup diri, mulai dari Sekretariat Keuskupan Agung Jakarta KAJ, Gereja Hati Kudus, Paroki Kramat, tempat Delon dan Aida melangsungkan pernikahannya, hingga Gereja Katedral. Sumber ZAL/ Jawaban justru diperoleh dari Pastor Aloysius Hadi Nugroho, Pr, Ketua 3 Paroki Kelapa Gading, Rabu 13/11 selepas Misa Harian pagi, di Gereja Katolik Santo Andreas Kim Taegon, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Romo Hadi, begitu biasa dirinya disapa lalu menjelaskan maksud pernikahan monogami dan tak terceraikan menurut agama Katolik. Sumber ZAL/ “Monogami satu lawan satu. Tak terceraikan sampai mati tidak bisa diceraikan. Ada beberapa kasus perpisahan, itu anulasi atau pembatalan perkawinan. Bukan perceraian, Katolik tidak ada kata cerai,” kata Romo Hadi. Ditambahkan Romo Hadi, pernikahan Katolik mengandung suatu konsekuensi bahwa perjanjian kedua belah pihak yang sudah dibuat tidak dapat ditarik kembali jika telah sah. Hal ini tertuang dalam Kitab Hukum Kanonik Gereja Katolik dan 2 KHK 1983. Sementara anulasi sendiri berarti terjadi impedimentum dirimens alias halangan yang membatalkan, yang membuat pernikahan ternyata cacat hukum sehingga tidak sah. Sumber ZAL/ “Sekalipun ada KDRT, tetap tidak cerai. Sekalipun mereka dipisah demi keselamatan, tidak ada perceraian. Sekalipun terlilit utang karena judi atau gagal usaha, tetap tidak bisa cerai. Makanya zaman sekarang itu ada yang misalnya pisah harta, jadi supaya nanti kalau yang berbisnis satu, terlilit utang tidak menyeret yang lain,” ujar Romo Hadi. Terkait dispensasi yang dimaksud oleh Delon, Romo Hadi menyebut itu merupakan kemurahan hati gereja, bahwa mereka tetap bisa membangun keluarga, tapi tidak secara sakramen. Karena yang sebelumnya-sebelumnya belum diselesaikan atau dianulasi. “Delon itu tetap dia tidak boleh Komuni dua-duanya dengan istrinya. Itu sebenarnya kemurahan hati dari gereja yang karena dilihat bahwa dalam kasus itu, si perempuannya Delon itu pernah menikah, Delon juga pernah menikah. Delon itu punya maksud baik juga untuk menolong perempuan ini juga,” kata imam kelahiran Jakarta, 01 September 1967. Sakramen Ekaristi atau Komuni Kudus sendiri dalam ajaran agama Katolik merupakan sakramen yang sangat suci. Ekaristi merupakan persembahan Yesus Kristus kepada umat manusia, yakni tubuh-Nya itu sendiri. Dengan dipersatukan melalui Ekaristi, maka manusia dipersatukan dengan Allah. Romo Hadi cukup menyayangkan karena kasus ini menjadi ramai. Ini tak lepas dari sosok Delon sebagai penyanyi dan selebriti itu sendiri. “Romo Purbo Ketua Tribunal KAJ yang memberikan izin bahwa mereka boleh diberkati tetapi bukan pernikahan. Demi supaya bisa keluar catatan sipilnya, supaya nanti mereka tidak digerebek sebagai orang kumpul kebo. Tetapi itu sebenarnya untuk menolong, harusnya tidak perlu diramai-ramaikan,” kata Romo Hadi. Sekadar informasi, dispensasi seperti yang diklaim Delon juga diperlukan apabila menikah beda agama. Dalam hal ini, pasangan tidak menikah secara sakramen tetapi menerima pemberkatan sama seperti Delon. Namun, Romo Hadi tidak setuju apabila pernikahan Delon dianggap sah secara gereja. “Bukan sah secara gereja. Diberkati supaya nanti dia dapat surat dari catatan sipilnya. Tetapi sebelum urusan pernikahan sebelumnya beres, ini secara gereja belum beres. Keduanya masih belum bisa Komuni,” ujar Romo Hadi. “Pasti Delon tidak mengerti kalau dia bilang ini sah secara gereja dan itu sakramen. Yang mengerti hal ini sebenarnya yang tahu hukum gereja, yang mengerti persis Romo Purbo,” tambahnya. Anulasi Menurut RD B. Justisianto seperti dilansir dari setidaknya ada 15 impedimentum dirimens halangan yang membatalkan Sakramen Perkawinan yakni usia terlalu muda, ikatan perkawinan lain masih punya istri/suami, ikatan sumpah-kekal pastor, bruder atau suster, hubungan keluarga terlalu dekat ayah-anak, kakek-cucu, hubungan semenda, mertua, menantu. Lalu hubungan yang tidak sehat dengan anak angkat, saudara tiri, kumpul kebo, paksaan atau penculikan, kriminal, perbedaan agama, impotensi pada pihak pria kemandulan pada pihak wanita, tetap sah, tipu-muslihat mengenai sifat jodoh ternyata penjahat besar atau pembunuh, menolak sifat dan tujuan perkawinan, menentukan prasyarat perkawinan, perkawinan di luar gereja. Terakhir ialah tidak waras mental. Sumber ZAL/ Romo Hadi tidak tahu persis untuk kasus Delon dan Aida, apakah mereka sedang menjalani proses anulasi untuk membatalkan perkawinan mereka sebelumnya masing-masing atau tidak. “Saya tidak bisa terlalu banyak bilang ya atau tidak, karena ini semua kasuistik. Jadi misalnya, saya tidak tahu apakah misalnya pernikahannya dan istrinya yang dulu itu ada peluang dianulasi atau gimana. Nah itu yang tahu kasus-kasusnya itu tribunal,” ujar Romo Hadi. Sekadar informasi, Gereja Katolik melalui pimpinan tertingginya di Vatikan, Paus Fransiskus sebetulnya mulai melakukan reformasi dengan menyederhanakan proses anulasi itu. Seperti dilansir BBC, reformasi ini diumumkan setelah Paus membentuk komisi pada tahun 2014 untuk menyederhanakan prosedur pernikahan kembali dan pada akhirnya menekan biaya. “Bapak Paus kita kan murah hati, bahwa ya masuk akal pernikahannya gagal. Tapi kalau pernikahan gagal apakah mereka tidak boleh melanjutkan hidupnya, tidak boleh bahagia lagi? Nah ini Romo Purbo mencoba untuk menafsirkan itu. Tapi kalau Romo Purbo berani memberikan surat bahwa dia boleh diberkati, bukan dinikahkan, artinya kemungkinan ada peluang, untuk mendapatkan anulasi,” ujar Romo Hadi. Sebagai bagian dari kewajiban menjaga prinsip berimbang, maka sudah menghubungi Delon untuk mengonfirmasi kejadian terkait. Setidaknya sudah dua kali, yakni pada Selasa 12/11 dan Rabu 13/11. Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada konfirmasi dari Delon. Ketertutupan Delon agaknya bisa dimaklumi. Namun, sebagai umat Katolik, penulis merasa sulit memperoleh informasi dari gereja tentang salah satu elemen penting dalam kehidupan, yaitu penjelasan mengenai Sakramen Perkawinan Katolik. Padahal, informasi itu sangat diperlukan untuk kemaslahatan umat. BACA JUGA Cek Berita BIOGRAFI, Persepektif Klik di sini Editor Farid R Iskandar
Agarpemahaman lengkap mengenai perkawinan Katolik dan tanggung jawab pasutri dapat dilaksanakan, maka Gereja (keuskupan, paroki, kuasi-paroki, stasi) perlu memberikan bantuan pastoral yang memadai kepada calon mempelai beda agama dalam bentuk persiapan perkawinan (kanon 1063; Familiaris Consortio, no. 66; Amoris Laetitia, no. 208-216). Selain itu, mereka yang akan melangsungkan perkawinan campur beda agama, hendaknya mengambil inisiatif memberitahu pastor paroki atau vikaris paroki mengenai Pernikahan beda agama. Ilustrasi Argy PradiptaJatuh cinta barangkali juga sebuah takdir yang tak bisa dihindari. Ia bisa menjelma anugerah, tapi bisa juga menimbulkan masalah. Demi cinta, apapun rintangannya rasanya layak saja diperjuangkan. Meski masalah yang dihadapi bukan sembarang soal, seperti perbedaan agama, restu orang tua, hingga sulitnya diakui bukan nama sebenarnya paham betul soal ini. Ia dan pasangannya memeluk agama berbeda, Budiman muslim, sementara Agnes bukan nama sebenarnya beragama Katolik. Mereka bertemu di tempat kerja, menjalin hubungan selama 6 bulan, dan memutuskan untuk menikah. “Emang dari awal udah tahu agama kami berbeda. Tapi ya, udah sama-sama yakin dan niat serius. Enggak bisa dijelaskan sebenarnya karena udah klik,” kata Budiman kepada melamar kekasihnya itu tanpa sepengetahuan orang tuanya. Orang tua Agnes juga mengizinkan. Tapi demi membuktikan keseriusannya, mereka meminta bertemu dengan orang tua terjadi ketika ia meminta restu dari orang tuanya. Mayoritas anggota keluarganya yang taat kepada ajaran Islam sampai menyebut pernikahan ini adalah kristenisasi. Agnes dan orang tua Budiman sempat bersitegang.“Dia Agnes kalau dihadapkan sama konflik malah semakin maju. Waktu itu kayak, ambil aja, nih, anaknya gue balikin lagi!’,” sekitar 6 bulan, Budiman terus mencoba merayu, membujuk, dan menjelaskan kepada keluarganya. Niatnya untuk menikah berbeda agama pun ulama dan mencari orang tua bayangan’Budiman memutuskan untuk bertanya kepada ustaz dari Yayasan Paramadina -—mediator bagi pasangan beda agama-, dan ulama, tentang masalahnya itu.“Ternyata enggak masalah selama agamanya masih ahli kitab atau samawi. Aku semakin ajeg untuk menikah dengan pasanganku,” kian mantap, restu dari orang tua belum juga menemukan titik cerah. Budiman memutuskan untuk mencari teman yang mau dijadikan orang tua bayangan’ untuk hadir di resepsi pernikahan. Karena baginya, kalau orang tua tetap menolak, sebagai laki-laki muslim ia tidak perlu wali dan bisa langsung menikah.“Pas h-7 pernikahan, ayahku akhirnya bilang mau dateng. Di satu sisi orang tuaku enggak tega sama anaknya pengin menikah. Tapi di sisi lain, enggak ikhlas karena berbeda agama,” ujar mereka berlangsung pada 2015, ketika usia Budiman 31 tahun dan Agnes 29 tahun. Mereka melakukan prosesi pemberkatan di gereja, yang diikuti dengan ijab kabul di mengurus administrasiSuasana pernikahan Bob dengan Nathania. Foto Instagram bobsingadikramaMeski sudah mengikat janji, tantangan yang dihadapi kedua pasangan ini kembali datang. Kini dalam bentuk pengurusan administrasi.“Aku mengurus ke kelurahan, dan lurahnya enggak mau karena katanya menyalahi aturan hukum. Aku konsul ke ustad dari Yayasan Paramadina itu, yang juga membantu aku mengurus ke catatan sipil. Dia sampai nawarin buat ketemu sama si lurah, tapi aku cuma minta argumennya aja, jadi aku yang bargain ke lurah itu,” tuturnya.“Akhirnya lurah mau kalau camat mau. Eh, camatnya langsung setuju aja. Tapi lurahnya sempat masih enggak mau, tuh. Ya, gimana? Masa atasannya setuju, bawahannya enggak? Jadi akhirnya si lurah tetap tanda tangan. Di catatan sipil itu aku terdaftar Katolik, karena Islam, kan, enggak mengakui pernikahan beda agama,” tambah berbeda dengan Budiman, ada Bob yang memilih untuk menangani risiko pernikahan berbeda agama tanpa bantuan pihak ketiga mediator. Ia adalah seorang muslim yang menikahi perempuan beragama Kristen, bernama mencatatkan pernikahannya dengan Nathania. Sebagai laki-laki asal Wonosobo, Jawa Tengah, Bob menilai mediator tidak bakal kenal dengan orang catatan sipil. Maka mau enggak mau, dia menghadapinya seorang diri.“Pertanyaan pertama itu agama saya apa. Karena mereka tahu kalau Islam ke Kantor Urusan Agama KUA. Aku enggak bilang aku Islam, tapi enggak bohong bilang aku Kristen. Meski akhirnya tahu aku Islam, ya, aku ajak ketemu beberapa kali. Tetap aku yang diskusi, datang ke orang catatan sipil untuk menjelaskan. Sampai puas mereka nyeramahin saya. Yang penting sabar,” pungkas nikah beda agama, Ahmad Nurcholis. Foto Iqbal Firdaus/kumparanAhmad Nurcholish selaku aktivis lintas agama dan mediator pernikahan beda agama tidak memungkiri bahwa mengurus administrasi adalah hambatan yang dialami pasangan. Ia menilai hal ini disebabkan bias ideologi keagamaan, karena ada aparatur sipil negara ASN di beberapa daerah yang enggan mencatatkan dan menganut mazhab yang melarang pernikahan beda agama.“Itu sebetulnya enggak boleh, ya. Tapi itu paling banyak terjadi. Ketika pasangan mau mengurus dokumen, mereka malah diceramahi. ASN yang seharusnya membantu administratif tiba-tiba menjelma jadi penceramah,” terang Nurcholish kepada sisi lain, Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Zudan Arif Fakrullah, menjelaskan Indonesia menganut dua mazhab, yaitu pencatatan agama Islam di KUA, dan non-Islam di Dukcapil. Hal ini tercantum di UU Administrasi Kependudukan untuk pencatatan non-Islam di Dukcapil, dan UU 174 tentang perkawinan, untuk pencatatan bagi yang beragama Islam.“Dari titik pencatatan ini bisa disimpulkan bahwa tidak mungkin orang yang beragama beda bisa menikah. Mencatatnya ke mana? Misalnya yang Islam di sini, Kristennya di mana? Dari sisi pencatatan tidak mungkin,” tegas Pernikahan. Foto Shutter StockMenanggapi pernikahan beda agama, tiap keyakinan memiliki pandangannya masing-masing. Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia MUI, KH Cholil Nafis, menegaskan, pernikahan beda agama tidak dibolehkan, meski memakai cara Islam. Ia menyebut, tidak mungkin menggabungkan dua syariat yang berbeda. “Ketika akad tidak sah, maka turunannya tidak sah. Awalnya haram laki-laki dan perempuan, lalu menikah menjadi halal. Kalau akadnya tidak sah, tetap haram. Kalau haram tetap zina,” beber Ahmad Nurcholish berpendapat, dalam Islam terdapat mazhab yang membolehkan umat muslim menikah dengan nonmuslim. Mazhab ini mengacu pada dua hal, pertama termaktub dalam Al Maidah ayat 5 yang menyebut laki-laki muslim boleh menikah dengan perempuan ahlul kitab. Lalu yang kedua, mengacu pada mazhab yang meyakini bahwa perempuan juga bisa menikahi laki-laki nonmuslim. “Islam juga mengajarkan adanya kesetaraan gender jadi tidak ada diskriminasi dalam hal penerapan hukum. Pernikahan beda agama sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad. Dua putri Nabi dari Siti Khadijah, Ruqayyah dan Zainab juga menikah dengan laki-laki nonmuslim,” punya pandangan sendiri seperti yang disampaikan oleh KAJ Romo Y. Purbo Tamtomo dari KWI Konferensi Waligereja Indonesia. Dia mengatakan, jika memaksakan seseorang untuk seagama dengan kita, maka telah melanggar prinsip kebebasan beragama. Di sisi lain, orang tidak bisa dihilangkan haknya untuk menikah hanya karena ada perbedaan. “Dua hak itu dibela gereja Katolik. Itu sebabnya mengapa gereja Katolik menerima pernikahan campur. Tidak ada pesan dari kitab suci yang dengan absolut menolak pernikahan campur. Kalau gereja mengatur, iya, dengan ketentuan,” jelas Romo Y. Pdt Dr Henriette Tabita Lebang MTh dari Persekutuan Gereja-gereja Indonesia PGI berpendapat, pemerintah yang mengesahkan pernikahan karena perkara kemasyarakatan sipil. Pernikahan memang punya aspek kekudusan, tapi karena dia adalah masalah kemasyarakatan jadi itu wewenang pemerintah.“Diakui ada aspek sakralnya, artinya kudus suci. Jadi harus dihargai dua orang yang sepakat membangun rumah tangga dalam terang kasih. Itu perlu dipelihara. Oleh karena itu, peranan gereja adalah meneguhkan dan memberkati pernikahan itu,” terang Pdt hakikatnya, cinta dan perjalanannya sendiri saja sudah memerlukan banyak pengorbanan. Hal ini kemudian akan semakin berlipat ganda jika cinta beda agama. Jika masih berniat untuk lanjut, diskusi mendalam dan saling menguatkan jelas diperlukan untuk menempuh jalan panjang ke Lavira Andaridefia & Stefanny Tjayadi Pendampingandan pembinaan keluarga kristiani meliputi: (1) menyiapkan calon penganten dengan kotbah, katekese yang disesuaikan bagi anak-anak dan orang muda dan dewasa, (2) memberi kursus persiapan perkawinan bagi calon yang hendak menikah, (3) meneguhkan perkawinan dengan perayaan liturgi yang membawa hasil yang memancarkan kasih suami-isteri dan mengambil bagian dalam misteri kesatuan cinta kasih yang subur antara Kristus dan Gereja-Nya, (4) memberi pendampingan dan pembinaan keluarga Pertanyaan Jawaban Perbandingan dan penandaan pernikahan dikenakan pada Kristus dan lembaga jemaat yang dikenal sebagai gereja. Mereka adalah yang mempercayai Yesus Kristus sebagai Juruselamat dan mereka menerima kehidupan kekal. Di dalam Perjanjian Baru, Kristus, Sang Pengantin Pria, telah dalam pengorbanan dan kasih memilih gereja menjadi mempelai perempuanNya Efesus 525-27. Sama-halnya ada waktu tunangan di dalam waktu Alkitab dituliskan dimana kedua mempelai dipisahkan sampai pernikahan, demikian juga pengantin perempuan Kristus dipisahkan dari Pengantin Prianya di jaman gerejawi. Tanggung-jawabnya di kala masa tunangan ialah berlaku setia kepadaNya 2 Korintus 112; Efesus 524. Pada Kedatangan Kristus Kedua, gereja akan dipersatukan dengan Pengantinnya, "pesta pernikahan" resmi akan berlangsung, dan bersamanya, persatuan kekal antara Kristus dan PengantinNya akan digenapi Wahyu 197-9;211-2. Pada waktu itu, semua orang percaya akan mendiami kota surgawi yang dikenal sebagai Yerusalem Baru, atau "kota suci" di dalam Wahyu 212 dan 10. Yerusalem Baru bukanlah gereja, tetapi mempunyai beberapa sifat gereja. Dalam penglihatannya akan akhir jaman, Rasul Yohanes melihat kota yang turun dari surga dihias "bak pengantin," yang bermakna penduduk kota itu, mereka yang telah ditebus Tuhan, akanlah kudus dan murni, mengenakan baju putih kekudusan dan kebenaran. Ada yang salah menginterpretasi ayat 9 dalam mengartikan kota kudus tersebut sebagai pengantin Kristus, hal itu tidak bisa terjadi karena Kristus mati bagi umatNya, bukan bagi kota. Kota itu dikenal sebagai pengantin karena ia meliputi semua manusia secara kolektif yang menjadi pengantin, sama-halnya jika semua anggota murid sekolah dikenal sebagai "sekolah." Sebagai orang percaya dalam Yesus Kristus, kita yang merupakan pengantin Kristus menanti akan hari dimana kita akan dipersatukan dengan Pengantin kita. Sampai di waktu itu, kita berlanjut setia padaNya dan berucap kata bersamaan dengan semua yang telah ditebus Tuhan, "Amin, datanglah, Tuhan Yesus!" Wahyu 2220. English Kembali ke halaman utama dalam Bahasa Indonesia Apakah maknanya bahwa gereja adalah pengantin perempuan Kristus? FlmUZsx.
  • rs0qa9e76z.pages.dev/211
  • rs0qa9e76z.pages.dev/335
  • rs0qa9e76z.pages.dev/297
  • rs0qa9e76z.pages.dev/308
  • rs0qa9e76z.pages.dev/279
  • rs0qa9e76z.pages.dev/138
  • rs0qa9e76z.pages.dev/245
  • rs0qa9e76z.pages.dev/27
  • rs0qa9e76z.pages.dev/19
  • gereja yang menerima pernikahan kedua